RSS

Pelacur Dari Surga

 Bulan sabit memancarkan sinarnya,menyinari kota jakarta menemani malam yang baru saja terjaga dari tidurnya,meski sedikit kemilau sinarnya terabaikan oleh gemerlap lampu gedung-gedung tinggi dan kerlap-kerlip lampu kendaraan yang memadati jalan raya.

Disebuah gedung perkantoran berlokasi di jalan sudirman tepatnya disamping hotel kontinental, aku berdiri dipintu masuk-gerbang utama, mengidentifikasi semua jenis kendaraan yang bertamu dan memberi pelayanan yang pantas sebagaimana layaknya seorang security.

Jarum jam hampir menunjukkan pukul 11 malam,menandakan bahwa aku akan menuntaskan pekerjaanku hari itu.

Sembari menunggu pergantian jam kerja,kutulis buku laporan harian yang menjadi bahan keterangan atas situasi dan kondisi areal kerja.

Akhirnya pergantian jam kerja itupun tiba.Aku bergegas menuju Pos Utama untuk mendengar komando atau arahan dari sang Dandro dan mengecek keberadaan informasi baru di papan pengumuman sebelum melangkahkan kaki menuju mess.

Kuambil tasku dari loker dan bergegas meninggalkan areal gedung perkantoran.Aku berjalan ditrotoar menuju jembatan penyeberangan.

Malam itu jalanan masih dipadati orang-orang yang lalu-lalang dan jalan raya pastinya masih macet.Jakarta memang sudah terbiasa dengan kondisi itu.Apalagi saat semua kegiatan berakhir dan orang-orang tentunya bergegas menuju rumah masing-masing seperti malam itu.

( Mess tempat aku bekerja berlokasi di Pancoran,Jakarta Selatan. Perjalanan sudirman-pancoran jaraknya kira-kira 15KM )

Setelah sampai diseberang jalan, aku berdiri dengan beberapa orang yang juga sedang menunggu bus yang akan membawa kami pulang, tentunya dengan aneka arah tujuan.

Seragamku masih tertempel dengan kokoh di badanku meski bau keringatku mulai terasa membasahi tubuhku, dengan wajah lelah kusabarkan diriku menunggu bus metro mini yang belum menampakkan sosok sejatinya.

Kemacetan Jalan Raya malam itu menyempatkanku melambungkan beberapa lamunanku agar deretan waktu itu bisa berlalu tanpa menguras rasa sabarku.Mataku terarah

kearah kanan pada posisi aku berdiri.Kulihat tulisan besar pada sebuah gedung berlantai 17,berhiaskan lampu temaram bertuliskan "Wisma Nugra Santana".Senyum simpulku sejenak menari, yah...itulah gedung tempat aku bekerja.

Tiba-tiba lamunanku terusik,mendengar suara gemerisik,Kulihat seorang pemuda sedang menodongkan sebilah celurit tepat disisi kanan pinggul seorang wanita  yang ketakutan dengan ancaman yang sedang membelit emosinya.

Spontan emosiku mencoba mengambil bagian disaat situasi sulit itu.Dibenakku, kupastikan Pemuda itu adalah sesosok ancaman serius,bisa saja dia seorang tukang palak, tukang jambret atau semacamnya.Sejenak aku terdiam,aku heran orang-orang disekitarku serasa tidak terkontaminasi dengan masalah yang sedang berlangsung saat itu, aku tidak tahu persis apakah mereka benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.Tapi apapun itu aku berusaha tidak tertular dengan mereka yang hanya berdiam diri layaknya para pengecut atau pecundang.

Beberapa saat berlalu, Kuberanikan diri menghampiri pemuda itu dan menyapanya.Pemuda itu menoleh kearahku namun celurit ditangannya masih menempel dipinggul sang wanita.Pemuda itu memperlihatkan keagresifannya seolah-olah ingin mengatakan bahwa dia tidak suka atas kedatanganku.

Sesekali aku menarik nafas dalam-dalam agar emosiku bisa bertahan dalam skala yang netral.Aku semakin dalam terlarut dalam situasi genting itu.Dalam benakku hanya ada satu kalimat,aku akan melakukan apapun yang menjadi tanggung jawabku sebagai manusia dan aku yakin tujuanku adalah sangat benar dimata hukum apalagi dimata Tuhan.

Pemuda itu semakin memperlihatkan rasa  kesalnya terhadapku, sehingga dalam hitungan detik duel itupun tidak bisa terelakkan lagi. Aku terpaksa meladeni Pemuda itu.Kami berduel layaknya dalam arena tinju, semua orang-orang menonton,terperanga seperti menonton film laga ditelevisi.Kukerahkan semua kemampuanku, kupastikan aku harus menang saat itu.

Semua diluar dugaanku, kepalaku berlumuran darah,mulutku mengeluarkan darah, mataku berkunang-kunang. Aku terjatuh sesaat dipinggiran trotoar dengan hantaman dan hujaman yang masih mendarat mulus dihampir seluruh bagian tubuhku.Aku tersadar bahwa aku tidak berhadapan dengan satu orang.Perlahan mataku merekam tubuh-tubuh itu, ternyata Pemuda itu tidak sendiri, ternyata aku berhadapan dengan sebuah komplotan kriminal.

Sebuah kekuatan baru terasa memasuki setiap aliran darahku, kumampukam diriku menggerakkan semua sistem kerja otot-ototku.Aku sadar bahwa perang malam itu tidak berpihak padaku.

Bergegas aku berdiri sembari memastikan tidak ada tangan-tangan yang memegang tubuhku meski hujaman itu masih terus menghantam tubuhku.Aku mengayunkan kakiku, mengambil langkah seribu.Aku berlari disepanjang trotoar disisi deretan kendaraan yang masih asik menikmati kemacetan jalan raya saat itu.Para Pemuda itu terus mengejarku,sehingga keadaan berubah sepertinya sedang berada dalam ajang kompetisi lomba lari.

Aku memacu semua emosiku, melepaskan semua kekuatanku agar kakiku bisa bergerak lebih cepat dan meninggalkan pemuda-pemuda itu.Dan benar saja, jarak antara aku dan para pemuda itu perlahan tapi pasti mulai menjauh.

Setelah perlombaan itu berlangsung dengan sengit, dan tidak terasa kakiku sudah berada dilokasi balai sarbini, persis dijalan yang menanjak dan jalan layang yang berada disebelahnya.Kuarahkan pandangan mataku kebelakang memastikan posisi para pemuda yang sedang mengejarku.

Aku lega,mataku mencoba memastikan bahwa para pemuda itu menyerah mendapatkan sesosok buruan yaitu aku.Dan benar saja, para pemuda itu memang sudah tidak kelihatan lagi, aku tidak tahu persis mereka menyerah atau menjebak aku.Untuk itu aku tetap waspada sembari menetralkan hentakan jantungku yang menggebu.

Darah segar dari kepala dan mulutku masih mengucur,sambil berjalan kulihat deretan angka diponselku memastikan pukul berapa saat itu.Sesekali pandangan orang-orang tertuju padaku, menikmati objek yang memprihatinkan dan pandangan itu berlalu tanpa meninggalkan tanya.

Hingga langkahku terhenti disebuah sudut trotoar. Sebuah tangan memegang pergelangan tanganku.Perlahan kuarahkan pandanganku pada sesosok wanita dengan jari-jari lentik, dengan dandanan ala artis ngetop,gaunnya yang seksi mengajak benakku menggambarkan profesi wanita itu.

Dia tersenyum dan mencoba memberi perhatian lebih pada kondisiku saat itu.Wanita itu mengambil sehelai tissue dari tasnya dan perlahan menempelkannya tepat di kepala dan mulutku yang mengalami pendarahan.

Aku terkesima,tidak mampu berkata-kata,seakan tidak percaya, jantungku kembali berdetak tidak beraturan.Aku masih belum bisa menerima situasi saat itu.

Benakku terus bertanya dan mencoba mencari jawaban,

Bagaimana bisa aku bertemu dengan wanita sebaik dia ?

Bagaimana bisa aku bertemu wanita secantik dia ?

Mengapa Pelacur seperti dia mampu memberi Iba pada orang diluar dunianya ?

Kami semakin larut dalam perbincangan , kuceritakan secara detail kejadian yang menimpaku saat itu, kami semakin intens dan hanyut beserta angin malam yang semakin menusuk sendi-sendi tubuhku.

Perlahan tapi pasti kejadian naas malam itu mulai tertutupi dengan kehadiran sesosok wanita yang memberiku kenyamanan, kasih sayang, dan perhatian. Aku suka dengan kepribadiannya yang luwes,bersahabat dan sosialis.

Sejam berlalu,jarum jam menunjukkan pukul 00:30 pagi.Kami masih bercengkrama dan berbaur,terbawa suasana dengan segelas kopi hangat,kami semakin kompak.Sesaat kemudian Sebuah mobil merci berwarna silver berhenti tepat dihadapan kami.

Dengan tersenyum sesosok pria paruh baya menoleh wanita yang menolongku malam itu mengisyaratkan sebuah tanda bahwa sepertinya Wanita itu akan segera meninggalkanku. Dan benar saja wanita itu menatapku dan tersenyum sembari memberiku sebuah kartu nama. Ya, wanita itu memberiku kartu namanya.

Dengan senyum lebar wanita itu berpamitan dan memasuki mobil mewah dan meninggalkanku.

Aku tersenyum, hatiku damai saat itu, wajah wanita itu masih tergambar jelas dibenakku.Sesosok wanita cantik yang baik hati, Seorang pelacur yang berhati mulia.Kemudian kupusatkan perhatianku pada selembar kertas, sebuah kartu nama dari Wanita malam yang menitip Kasih Sejati.Aku lihat deretan huruf bercetak tebal,Sebuah nama :

SRI WULANDARI

__________________________________________________________

Sebuah Memori, Kisah Abadi yang aku alami saat masih bekerja di Wisma Nugra Santana,Jakata Pusat.//2007

Mari bergabung di facebook :
- Group : i have no Diary

0 comments:

Posting Komentar